AL-KHILAFAH FIL ISLAM,
Membicarakan
Khalifah dalam konteks agama Islam tentulah kita sebagai umat Muslim tidak
boleh terlepas dari pijakan Qur’an Suci dan Hadits, apa dan bagaimana
keKhalifahan itu menurut konsep Islam haruslah kita tempatkan pada posisi yang
tepat. Tegaknya kekhalifahan pasca wafatnya Nabi Suci adalah merupakan janji
Allah yang tentunya tidak seorang Muslimpun meragukannya. Nubuat tegaknya
Khalifah Islamiyah ini terdapat dalam surat
Annur ayat 55 (Qs 24:55)
Allah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara
kamu dan berbuat baik, bahwa Ia pasti akan membuat mereka penguasa di bumi
sebagaimana Ia telah membuat orang-orang sebelum mereka menjadi penguasa, dan
bahwa Ia akan menegakkan bagi mereka agama mereka yang telah Ia pilih, dan
bahwa Ia akan memberi keamanan sebagai pengganti setelah mereka menderita
ketakutan. Mereka akan mengabdi kepada-Ku, dan tak akan menyekutukan Aku dengan
apa pun. Dan barangsiapa sesudah itu tidak terima kasih, mereka adalah orang
yang durhaka (Qs 24:55)
Menurut
Abu Sa’id Abdullah bin ‘Umar Al-Baidlawi dalam kitab tafsirnya Anwarut-Tanzil wa Asrarut-Ta’wil Yang
dimaksud orang-orang sebelum mereka ialah
para pengikut Nabi Musa. Dikarenakan masih terpaut dengan Nabi Musa maka ada
baiknya kita flash back untuk melihat
Nubuatan Nabi Musa tentang kedatangan Nabi Suci. Dikatakan :
Seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara
saudara mereka, seperti engkau ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya,
dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya. (Ulangan 18:18)
Pada
umumnya ulama Islam yang mempunyai spesialisasi di bidang Kristologi mengatakan
bahwa persamaan antara Nabi Musa dengan Nabi Suci Muhammad saw, adalah terletak
pada sama-sama punya ayah, sama-sama terlahir normal, sama-sama menikah, sama-sama
diterima kaumnya, sama-sama meninggal dan dikubur didunia
Persamaan
ini benar jika tujuannya hanya untuk mendeskreditkan Yesus dari persamaan
dengan Nabi Musa (karena Umat Kristen “kekeh”
mengatakan bahwa Nabi yang di janjikan yang seperti Musa adalah Yesus). Namun
ke 5 persamaan di atas sangat tidak spesifik
sebab kita tahu para Nabi yang punya Ayah bukan hanya Nabi Musa dan Nabi
Muhammad saja, para Nabi yang terlahir normal bukan hanya Nabi Musa dan Nabi Muhammad
saja, para Nabi yang menikah bukan hanya Nabi Musa dan Nabi Muhammad saja, Yang
diterima oleh kaumnya bukan hanya Nabi Musa dan Nabi Muhammad saja dan yang
meninggal lalu dikubur di dunia bukan hanya Nabi Musa dan Nabi Muhammad saja. Persamaan
antara Nabi Musa dengan Nabi Muhammad yang spesifik dan unik adalah terletak
pada kekhalifahan pasca wafatnya mereka. Setelah Nabi Musa wafat maka Allah
ta’ala mengutus utusan :
Dan sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab kepad Musa,
dan sesudah dia, Kami utus berturut-turut para Utusan
(2:87)
Namun
dalam Qur’an Suci ditegaskan bahwa Nabi Suci Muhammad adalah Khataman-Nabiyyin (Qs 33:40) di mana
setelahnya tidak akan datang lagi baik nabi baru maupun nabi lama maka pasca
Nabi Suci wafat orang yang datang menggantikannya (baca: Khalifah) bukan
seorang Nabi. Nabi Suci menjelaskan:
Adapun Bani Israil itu dipimpin oleh Nabi-Nabi setiap
seorang nabi wafat maka datanglah nabi yg lain, dan sesungguhnya sesudah saya
tdk akan datang nabi lagi, tetapi akan ada khalifah-khalifah yang banyak (Bukhari)
Karena
itu salah sekali jika ada anggapan bahwa Khalifahnya Nabi Suci hanya terbatas
pada Khalifatur Rasyidin yakni Hadzrat Abu Bakar As-Shiddiq, Hadzrat Umar bin
Khattab ra, Hadrat Utsman ra, dan Hadzrat Ali ra. Orang yang berpandangan
demikian hendaklah merenungkan dimanakah letak keagungan Nabi Suci[i]
dibanding Nabi Musa jika kepada Nabi Musa Allah mengutus banyak sekali
khalifahnya (yakni para nabi Israeli) sedangkan dalam umat Nabi Suci Muhammad
hanya terbatas empat Khalifah saja?[ii]. Menurut pendapat saya anggapan demikian sama
saja dengan tuduhan kaum kafir Quraisy yang mengatakan bahwa Nabi Suci itu
adalah Abtar[iii](Qs 108:3).
Anggapan ini tentunya tidak akan terjadi bila kita mencermati nubuatan persamaan
Nabi Suci dengan Nabi Musa. Dalam umat Nabi Musa, ada Khalifah yang sifatnya Duniawi
saja seperti Yoshua, ada yang bersifat Rohani saja seperti Nabi Musa namun ada
yang datang dengan membawa kedua-duanya yakni kejayaan Duniawi dan Rohani
seperti Nabi Daud. Begitupula halnya dengan umat Nabi Suci Muhammad. Khalifah
Nabi Suci ada yang membawa kejayaan Duniawi seperti halnya para Khulafaur
Rasyidin namun ada juga yang bersifat Rohani. Khalifah Nabi Suci yang bersifat Rohani
inilah yang nampaknya luput dari mata kita hingga banyak sekali ajaran-ajaran
mereka diabaikan bahkan ditentang habis-habisan. Khalifah Nabi Suci yang
bersifat Rohani ini bukan nabi[iv],
mereka adalah para Mujaddid yang senantiasa dibangkitkan Allah tiap-tiap abad,
Nabi bersabda:
Innallaha yab’atsu lihadzihi ummati ‘ala rasi kulli mi
atin man yujaddidu laha dinaha
“Sesungguhnya Allah akan membangkitkan bagi umat ini
(Muslim) pada permulaan tiap abad (Hijriah)
orang-orang yang memperbaharui (Mujaddid) ajaran-ajaran agamanya”.(Hr Abu Daud
Sulaiman, wafat 274 H., Kitab al-Sunan, Ch. al-Maluhim; dicetak dr Ansari
Press, Delhi, India, vol. 2, hal. 241),
sejarah mencatat
pada tiap-tiap abad ada saja pengakuan kemujaddidan seperti:
Abad
pertama: Umar bin ‘Abdul Aziz
Abad
kedua: Imam Syafi’ie & Imam Ahmad bin Hanbal
Abad
ketiga: Abu Sharh & Abul Hasan ‘Asy’ari
Abad
keempat: Abu Ubaidullah dr Neshapur & Qadi Abu Bakr Baqilani
Abad
kelima: Imam al-Ghazali
Abad
keenam: al-Sayyid Abdul Qadir Jailani
Abad
ketujuh: Imam Ibnu Taimiyyah & Khwaja Muinuddin Khisti
Abad
kedelapan: Ibnu Hajar Asqalani & Salih ibn Umar
Abad
kesembilan: Sayyid Muhammad Jaunpuri
Abad
kesepuluh: Imam Suyuthi
Abad
kesebelas: al-Saikh Ahmad, dr Sirhind (Mujaddid Alfitsani
Abad
keduabelas: Syah Waliyullah Muhaddats Dehlavi
Abad
ketigabelas: Sayyid Ahmad Barelavi
(Sumber: Nawab Siddiq Hassan Khan, Hujajul-Kiramah, hal. 135-139,
diterbitkan oleh Shah Jehan Press, Bhopal,
Pakistan)
Tentang Mujaddid
abad ke-14 Hijriah dikatakan:
“dan pada permulaan
abad ke-14, yang masih tinggal sepuluh tahun lagi, apabila terjadi datangnya
Mahdi dan turunnya Yesus, mereka akan merupakan Mujaddid dan Mujtahid”.(Ibid:
Hal 139)[v]
Jauh
sebelumnya Nabi Suci telah menubuatkan masalah kekhalifahan ini dan konsep
khalifah di akhir zaman yakni:
Prophethood shall remain among you as long as Allah shall
will. He will bring about its end and follow it with khilafat on the presepts
of prophethood for as long as He shall will and then bring about its end. A
tyrannical monarchy will then follow and will remain as long as Allah shall
will and then come to an end. There will follow there after monarchical
depotism to last as long as Allah shall will and come to an end upon His
decree. There will then emerge Khilafat on percept of prophethood (Musnad Ahmad)
Masa
Khilafah Rasyidin yang dikatakan sebagai khilafat
on the precept of prophethood (Khilafat minhajin nubuwwah) selama Allah
menghendaki dimulai dengan Abu Bakar Siddiq, kemudian Umar bin Khattab, Utsman
bin Affan dan berakhir dengan terbunuhnya Ali bin Abi Thalib. Arti dari Khilafat minhajin nubuwwah adalah suatu
kekhalifahan yang mengikuti petunjuk, aturan, pelaksanaan nilai moral sesuai
dengan contoh yang diberikan Nabi Suci. Jadi khilafat setelah wafatnya Nabi
Suci berakhir dengan wafatnya Ali bin Abi Thalib. Dengan demikian tidak benar
pendapat Hizbut Tahrir bahwa Khilafat Islami berakhir dengan dibubarkannya
kekhalifahan Turki Utsmani oleh Mustafa Kemal Pasha pada tahun 1924. Kemudian
muncul kerajaan-kerajaan Tirani (Malikan
Adhdhon) selama masa yang panjang, dimulai dengan Mu’awiyah dan berlangsung
sampai berakhirnya Bani Umayah. Kemudian akan muncu kerajaan-kerajaan Ditaktor
(Despotik – Malikan jabriyyatan) yang
tidak kalah bengisnya dibandingkan dengan kerajaan-kerajaan dalam silsilah
sebelumnya, dan berakhir dengan runtuhnya Bani Abasiyah dan Fatimah. Setelah
masa malikan adhdhon dan malikan jabriyyatan berakhir maka kini
era yang tampil adalah kembalinya era Khilafat
minhajin nubuwwah[vi]
yakni suatu kekhalifahan yang mengikuti petunjuk, aturan, pelaksanaan nilai
moral sesuai dengan contoh yang diberikan Nabi Suci, siapakah mereka itu?,
jawabannya adalah, kini saatnya para Mujaddid –yang selama ini datang hanya
dengan kekuasaan rohani tidak dengan kekuasaan Duniawi-- tampil memimpin dunia
Islam dengan menjadi Khalifah dan ulil
amri Duniawi dan Rohani. Saya berkeyakinan bahwa hanya manusia dari Allah
sajalah yang bisa menyatukan segala macam perbedaan firqah umat Islam, hanya manusia dari Allah sajalah yang bisa
menyatukan bahkan merekatkan kembali perpecahan Suni-Syiah, hanya manusia dari
Allah sajalah yang bisa tampil cantik dalam menghadapi segala macam perbedaan
mazhab, sekte bahkan akidah bukan hanya dalam intern umat Islam melainkan
antara umat Islam dan non Islam sebab Nabi Suci juga menubuatkan dalam
haditsnya
“saya ini Al-Hasyir (yang mengumpulkan) karena yang
mengumpulkan segala manusia mengikuti jejakku” (HR
Bukhari-Muslim)
Jadi
Khilafat minhajin nubuwwah atau
Khilafah yang besifat Ilhamiyah[vii]
ini akan tampil memimpin dunia sesuai sabda Nabi Suci. Mereka akan berdasar
kepada vox dei vox populi (suara
Tuhan adalah suara Rakyat) bukan kepada vox
populi vox dei (suara rakyat adalah suara Tuhan), sebab:
Boleh jadi kamu tak menyukai suatu barang, sedangkan
barang itu baik bagi kamu, dan boleh jadi kamu menyukai suatu barang, sedangkan
barang itu tak baik bagi kamu; dan Allah tahu, sedangkan kamu tak tahu (Qs 2:216)
Mungkinkah
dalam keadaan itu yang menjadi Khalifah adalah Imam Mahdi? Hanya Allah Yang
Maha Tahu namun yang pasti mereka adalah mahdi[viii],
yakni orang yang mendapat petunjuk dari Allah.
[i] Arti khataman Nabiyyin adalah kesempurnaan kenabian yang mana dengan
datangnya itu berakhirlah silsilah kenabian. Jadi selain bermakna Nabi terakhir
tersimpan makna bahwa Nabi Suci mempunyai maqam
yang jauh melebihi para Nabi, hal ini terlihat ketika Mi’raj Nabi Suci yang
terus melaju tinggi melebihi seluruh Nabi, bahkan dia yang meng imami para Nabi
ketika shalat di masjid Al-Aqsha.
[ii] Azyurmadi Azra menulis dalam artikel Relevansi Khilafah di Indonesia, Kompas, Sabtu 18 Agustus 2007 hal
6, bahwa “Kekhalifahan (Khilafah), menurut sejarawan terkemuka Ibn Khaldun,
tamat dengan berakhirnya al-Khulafa’ al-Rasyidun”
[iii] Kata abtar berasal dari kata batr, maknanya memutus
atau memotong sama sekali suatu barang; jika kata ini diterapkan
bagi binatang, ini berarti binatang yang terputus. Kaum Kafir Quraisy acapkali sesumbar, bahwa dikarenakan Nabi Suci
tidak mempunyai keturunan laki-laki maka silsilah dia akan terputus (abtar)
yang karenanya kelak nama Muhammad akan segera dilupakan dan tenggelam karena
tidak ada yang seorangpun yang akan menyandang nama “Fulan bin Muhammad”.
Qur’an Suci merupakan kitab yang penuh dengan hikmah, setiap untaian katanya
tersirat makna yang sangat agung, dalam surat
Al-Ahzab dikatakan: Muhammad
bukanlah ayah salah seorang dari orang-orang kamu, melainkan dia itu Utusan
Allah dan segel (penutup) para Nabi. Dan Allah senantiasa Yang Maha-tahu akan
segala sesuatu. (Qs 33:40), secara jasmani Nabi Suci memang tidak mempunyai
keturunan (Muhammad bukanlah ayah salah
seorang dari orang-orang kamu) namun beliau adalah seorang Rasul Allah (melainkan dia itu Utusan Allah).
Tiap-tiap Rasul merupakan ayah ruhani bagi umatnya, itu sebabnya ditempat lain
dikatakan bahwa istrinya Nabi Suci merupakan ummul mukminin (Ibunya kaum Mukmin) (Qs 33:6). Silsilah keruhanian
Nabi Suci akan terus-menerus berlangsung hingga hari kiamat sebab setelah
beliau tidak akan datang lagi nabi, baik nabi baru maupun nabi lama. Karena
kedatangan seorang nabi setelah Nabi Suci akan memutus garis keturunan Nabi
Suci dan menggantikan garis keturunan Nabi Suci dengan Nabi yang datang itu,
itulah sebabnya setelah diterangkan Muhammad
bukanlah ayah salah seorang dari orang-orang kamu, melainkan dia itu Utusan
Allah Allah menetapkan bahwa Nabi Suci adalah dan segel (penutup) para Nabi (Khataman-Nabiyyin).
Memang secara general seluruh umat
Muslim merupakan anak-anak rohani Nabi Suci, namun yang sedang saya bahas
disini adalah anak rohani dalam konteks Khalifah Nabi Suci dimana kata Khalifah
berasal dari kata khalafa, artinya ia datang kemudian atau menggantikan orang lain yang sudah wafat atau
tak ada lagi. Jadi konteks Khalifah
Nabi Suci disini adalah seorang Muslim yang karena ketaatannya kepada Qur’an
Suci, Hadits dan Sunnah Rasul membuat ia menjadi mazhar (cermin) sempurna dari kehidupan Baginda Rasul dan muslim
itulah yang menjadi Khalifah Nabi Suci
[iv] Meskipun bukan nabi namun mereka mempunyai
persamaan yang kuat dengan Nabi, dalam Hadits dikatakan “Ulama fi Ummati ka ambiya bani Israil” (Ulama dalam umat ku seperti
nabi-nabi Bani Israel) Al ulama waritsun
ambiya (ulama adalah pewaris para nabi). Dikatakan mempunyai persamaan yang
kuat karena kepadanya Allah berkenan berwawanSabda, dalam Hadits dikatakan “Sesungguhnya di antara orang-orang sebelum kamu
terdapat banyak pribadi yang diberi sabda Ilahi sekalipun mereka bukan Nabi;
jika di antara umatku ada orang yang seperti itu, maka orang itu adalah ‘Umar
(Bu. 62:6).
[v] Nawab Siddiq Hassan menulis bukunya 10 tahun sebelum memasuki abad 14
H, dia berkeyakinan Mujaddid abad 14 itulah Al-Masih yg dijanjikan dan juga
Mahdi. Mungkin dia melihat bahwa kedatangan Al-Masih nya bani Israel adalah
14 abad setelah Nabi Musa, begitupula Al-Masih nya umat Islam akan turun 14
abad setelah Nabi Suci Muhammad saw
[vi] Ahmadiyah Qadiyani senang sekali menggunakan dalil ini demi tegaknya
khalifah mereka, yang perlu dicermati dalam hadits ini adalah Khilafat minhajin nubuwwah adalah
merujuk kepada kekhalifahan Nabi Suci Muhammad, bukan kenabian selain/setelah
Nabi Muhammad sebab diawal hadits tersebut dikatakan Prophethood shall remain among you as long as Allah shall will. He will
bring about
its end jadi setelah Nabi Suci tidak akan datang lagi nabi.
[vii] Zaman Nabi Suci dan tiga generasi setelahnya dikatakan generasi
terbaik sebab diantara mereka masih banyak sahabat yang melihat langsung contoh
dan teladan Nabi Suci dan mereka mempraktekannya sehingga menjadi satelite bagi generasi yang tidak bisa
melihat Nabi Suci. Begitupula mereka yang hidup pada zaman generasi sahabat (Tabi’in) bisa melihat langsung kehidupan
suci sahabat dan menjadi satelite
bagi mereka yang tidak bisa melihat kehidupan sahabat dan seterusnya hingga
generasi ke tiga (300 tahun), lalu setelah itu Allah akan menarik perkara Islam
selama seribu tahun (Qs 32:5) hingga dikatakan dalam hadits Iman telah terbang
ke bintang Tsuraya (B. 65: LXII) namun setelah masa itu (300 tahun + 1000
tahun, yakni 14 H) Islam akan mulai bersinar kembali. Para Khalifah yang akan
memimpin Islam harus bersifat Ilhamiyah sebab sangat sulit sekali untuk
memfilter air yang turun dari hulu --karena jauhnya dari sumber air tersebut
menyebabkan air itu bercampur tanah dan kotoran—tanpa bantuan langsung dari
Allah, sedangkan tugas mereka selain menyajikan air yang suci bersih dan segar
sebagaimana air yang turun dari hulu mereka juga berkewajiban menjadi contoh sempurna dari Nabi Suci bagi umat
yang sama sekali terpisah jauh dari kehidupan tabi’in, sahabat apalagi
kehidupan Nabi suci
[viii] Mahdi adalah orang yang
mendapatkan Al-huda (petunjuk) dari Allah,
No comments:
Post a Comment